Langsung ke konten utama

Bukit Buwun Mas


Surga memang selalu menawarkan tantangan untuk diraih. Bukit Buwun Mas adalah satunya. Bukit ini adalah salah satu destinasi wisata yang sedang sangat ngehits di kalangan traveller akhir-akhir ini. Buwun Mas sendiri diambil dari nama desa dimana surga tersembunyi ini berada. Tepatnya, di Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.
Memerlukan waktu kurang lebih 2 jam dari Kota Mataram, Desa Buwun Mas sudah bisa dijangkau dengan jalan aspal yang sangat mulus. Namun, untuk mencapai ke Bukit Buwun Mas itu sendiri , wisatawan perlu menaklukan jalur hiking yang tidak mudah. Oleh karena itu, wisatawan dianjurkan untuk menggunakan alas kaki yang nyaman, seperti sandal jepit, sandal gunung, atau sepatu lari/gunung, karena jalanan cukup menanjak. Lebih seru lagi jika berangkat pagi-pagi sekali ketika matahari belum beranjak tinggi.
Jika menggunakan motor, tidak disarankan menggunakan motor matic. Beberapa wisatawan yang menggunakan motor matic mengeluhkan kanpas remnya yang berasap. Bahkan, penulis melihat sendiri sebuah motor matic yang mati tak kuat menanjak.
Semua kelelahan melelwati jalur tersebut terbayar dengan pemandangan yang disuguhkan dari atas Bukit Buwun Mas. Hamparan laut biru seperti menyatu dengan langit yang membentang, hamparan bukit ilalang berwarna hijau begitu menyejukkan mata, di tambah dengan tiupan angin yang membuat sepanas apapun matahari saat itu, badan akan tetap terasa sejuk.
Feri Agus Wibawa adalah salah seorang wisatawan yang kembali lagi datang menikmati keindahan Bukit Buwun mas. Kali keduanya ini, Feri datang memboyong isteri dan anak perempuannya. Keluarga asal Nganjuk Jawa Timur yang berdomisili di Mataram terssebut dating menggunakan motor dan memilih meninggalkannya di bawah, lalu berjalan kaki menuju ke bukit.
“Capek mbak, tapi terbayarkan dengan pemandangan yang indah,” tutur bapak satu anak yang hobby traveling tersebut.
Namun, keindahan Bukit Buwun Mas bukan tanpa kekurangan. Karena terbilang destinasi wisata baru, ada beragam fasilitas yang belum terpenuhi. Seperti, toilet umum, bak sampah yang masih minim, serta masih kurangnya kesadaran wisatawan yang sering kali nekat membelah bukit dengan motor trail sehingga merusak hamparan ilalang. Bahkan, rumah pohon yang dibangun di sana tak luput dari ulah tangan jahil pengunjung yang mencorat-coret kayu.
Untuk tempat belanja sendiri, di atas bukit sudah ada beberapa warga yang menjual beraneka makanan ringan, air mineral, atau es kelapa muda. Sedangkan untuk rumah makan, masih sangat jarang sehingga pengunjung harus keluar terlebih dulu dari bukit.
Sepulangnya, jika masih belum puas dengan keeksotisan alam yang disuguhkan oleh Bukit Buwun Mas, wisatawan bisa mengambil jalur pulang memutar melewati jalur Jurang Maling atau Pantai Mekaki. Konon, jalur ini disebu-sebut tak ubahnya Raja Ampat di Papua sana. (novita-tim media)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layang-layang yang Terlambat Pulang (Lombok post Minggu, 12 Juni 2016)

Cerpen Novita Hidayani Beberapa hari ini aku melihat sebuah layang-layang yang selalu terlambat pulang. Menjelang magrib, semua layang-layang biasanya akan diturunkan dan pulang bersama pemiliknya ke rumah masing-masing. Tetapi layang-layang itu, meski langit telah menghitam, ia masih saja mengudara. Ia seperti enggan untuk pulang. *** Meski tak pernah dapat memainkannya, sejak kecil aku selalu suka melihat layang-layang terbang di langit. Entah langit sedang sebiru samudera, atau seoranye telur setengah matang. Senang sekali rasanya melihat benda tipis berwarna-warni, kadang berekor panjang itu   mengambang di udara. Kadang diam seperti petapa, kadang meliuk-liuk seperti ular, dan kadang beradu seperti domba Sore ini aku duduk di balkon kamar kontrakkanku. Sudah lama sekali rasanya aku tak melakukan ini, ngemil sambil menyaksikan layang-layang bertebangan di langit. Ditemani burung-burung gereja pada kabel-kabel listrik yang malang melintang di hadapan balkon dan

Di Balik Kartu Post dari Istanbul

Hari ini aku dapet kartu post Instanbul dari weddingnya kak fatma sama kak Tony (baca souvenir) walaupun jumat tempo hari batal ikut acaranya :D hahaha sekilas menurutku ga ada yang menarik dari kartu post ini, walaupun emang dibawa langsung dari Instanbul sana. Tapi kan tetep aja aku bisa googling liat fhoto-fhoto Turky. Kan yang ‘moto’ juga di turki sana. Tapi tapi, tunggu dulu… di baliknya ternyata ada puisi!!! :O Trus kalo ada puisi kenapa?   Biasa aja keles .... Eits tapi justru karena dua puisi yang ada di balik kartu post ini yang buat aku melek trus jari-jari jadi gatel buat tulisan kaya’ gini lagi, setelah sekian lama tenggelem dalam naskah yang tak kunjung kelar (dikelarin tepatnya) T.T *curcol mbak .… Well, ini dia dua puisi si biang kerok itu …. (Perhatian! Disarankan baca waktu sendirian, duduk deket jendela sambil liatin bintang gemintang #eaaaaaaaaaaaa) Puisi yang pertama….   akulah Si Telaga berlayarlah di atasnya berlayarlah menyibakka

Whatever just be your self!

Sore itu seperti biasa, aku menghadiri acara kajian rutin yang diadakan oleh sebuah organisasi nirlaba di kota tempat ku menuntut ilmu. Dan seperti biasa aku selalu mendapat bagian tempat duduk pada barisan terdepan, padahal itu bukan karna aku datang paling awal lho, hanya sebuah kebiasaan aneh audience yang kerap ku temui ketika mengikuti kajian serupa; "enggan duduk di barisan terdepan". Aku tak tau alasan tepatnya. Padahal menurutku duduk dibarisan terdepan itu adalah pilihan yang sangat menguntungkan dengan berbagai alasan yang tidak akan ku jelaskan disini. Kenapa? Karna aku akan membahas tentang sang pembicara yang menurutku lebih menarik untuk dibahas. Loh kok?! Emang ada apa sih dengan sang pembicara? Pertanyaan yang bagus! Hehe:p Sejak awal beliau membuka forum kajian sore itu, aku merasa mengenal gesture dan style beliau. Sangat tidak asing, karna setiap minggu malam aku melihat gesture dan style yang sama di televisi tapi dalam sosok yang berb