MAROONA (full)
Hatiku
tengah berlayar
Di tengah lautan yang luas dan
biru
Kilauan airnya memantul
menyinariku
Hatiku tengah berlayar
Ditengah lautan yang luas
Seisinya bernyanyi untukku
Entah sampai kapan ia akan terus
berlayar
Entah seberapa luas laut yang
akan diarunginya lagi
Sampai kini belum ada dermaga
yang membuatnya berhenti
Berhenti untuk menyandarkan
hari-hari
Berhenti untuk menyandarkan
mimpi-mimpi
Ia hanya sempat berhenti sejenak
bernyanyi dan pergi
Entah dimana dermaga itu…
Roona sempat
melihat senyum kecil tersungging di bibir laki-laki berseragam pilot itu ketika
menatap layar netbook dihadapannya, sebelum Roona menutup netbook biru miliknya
tepat di hadapan laki-laki itu. Membaca
milik orang lain tanpa izin terlebih dahulu. Laki-laki itu begitu menyebalkan
bagi Roona. Begitu kesan pertama Roona.
Bagi Yash,
pilot muda yang baru lulus dari sekolah penerbangan setahun yang lalu itu,
Roona adalah gadis teristimewa yang pernah dikenalnya dengan puisi dan muka
sebalnya itu.
“Puisi yang
bagus.” Puji Yash tulus
“Kau
seharusnya kerja di pelabuhan, buka di bandara. Gadis Kapal laut!” Yash
cekikikan sendiri. Dahi Roona berkerut. Beribu kata-kata hendak keluar
menghujani Yash, tapi sebuah panggilan untuk Yash dari seorang pramugari cantik
yang berjalan dengan rombongan pramugari yang lain membuat Yash bergegas pergi.
Roona ingin meneriaki Yash, “ Dasar pilot sialan!” Tapi laki-laki tampan dengan
seragam pilotnya itu menghilang bersama pramugari-pramugari cantik diantara
kesibukan bandara pagi itu. Roona akan selalu mengingat wajah laki-laki itu.
***
Begitulah
pertemuan, Roona dan Yash untuk yang pertama kali di Bandara. Seorang anak
gadis pemilik salah satu café di bandara itu yang hingga di usianya yang ke 22
tahun belum pernah bisa memiliki perasaan lebih dari suka pada seorang lelaki,
dan seorang pilot tampan yang pernah patah hati ketika gadis yang telah
dipacarinya sejak kelas satu SMA memutuskan untuk menikah dengan laki-laki
lain.
Di bandara
itu, tempat dimana setiap harinya aku melihat wajah-wajah sedih karna berpisah,
wajah-wajah bahagia karna pertemuan, wajah-wajah jenuh menunggu, wajah-wajah
gelisah menanti, dan berbagai wajah-wajah lainnya lagi. Di antara wajah-wajah
itu, aku juga melihat wajah-wajah jatuh cinta.
Sejak
membaca puisi Roona, entah mengapa Yash jadi sering memikirkan tentang laut dan
langit, yang entah bagaimana caranya, keduanya menghubungkan fikirannya pada
gadis yang ditinggalkannya dengan wajah sebal waktu itu. Si gadis kapal laut.
Seulas senyum sering tiba-tiba muncul begitu saja di bibirnya. Bahkan pernah seulas
senyum tiba-tiba muncul ketika Yash sedang mengemudi pesawatnya dalam keadaan
darurat. Astaga!
Hampir
setiap kali Yash singgah di bandara itu. Ia pasti menyempatkan diri untuk
melihat Roona, walau hanya sekedar meneriaki jahil “Si Gadis kapal laut”. Tak
peduli orang-orang memandangnya aneh dengan seragam pilotnya yang gagah itu. Di
lain hari, demi hanya untuk menghindari tatapan aneh orang-orang ketika melewati café Roona dan menggoda gadis berambut
panjang itu, Yash rela menutupi seragamnya dengan jaket.
Di minggu
kedua Yash baru mengetahui nama gadis itu. Cahaya Maroona. Nama yang indah.
Nama yang ditebak Yash memiliki arti, cahaya
berwarna maroon atau cahaya merona. Roona mengakui keduanya benar dan memiliki
satu arti, cahaya bewarna maroon yang
merona.
“Namaku
memang indah. Tidak seperti namamu yang aneh. Ilyash Ilyasha. Dua nama nabi
dalam satu nama. Kenapa tidak sekalian saja Ilyash Ilyasha Musa Zakaria…”
Roona
cekikikan, tangan Yash menjitak pelan kepala gadis yang ada dihadapannya.
***
Pertama kali
bertemu, Roona tidak suka dengan Yash, pilot aneh yang membaca puisinya tanpa
seizinnya itu. Sejak kejadian Yash memanggilnya dengan sebutan Gadis kapal laut,
Roona berjanji pada dirinya sendiri akan membalas sikap menyebalkan Yash.
Seiring berjalannya waktu, entah mengapa kehadiran Yash yang menyebalkan malah
menjadi salah satu yang dinantikannya. Melihat sosok tampan dengan tingkah
konyolnya itu dari balik kaca café, menjadi hobby baru gadis cantik berwajah
teduh itu selain menulis sepanjang hari di netbook biru lautnya.
Roona mulai mengisi hari-harinya dengan cerita baru.
Tentang seorang laki-laki yang berhasil membuatnya merindu untuk yang pertama
kali. Wajah itu, senyum itu, suara itu, tingkah konyol itu, semua tentang Yash
adalah babak baru bagi Roona.
***
Aku dan
bandara itu menjadi saksi cerita keduanya, saat mereka bertemu, bertengkar, bercanda,
melakukan hal-hal konyol ketika menghibur para penumpang yang pesawatnya di
delay dengan berduet menyanyikan lagu entah berantah yang terdengar fals tapi
sangat menghibur, melihat matahari
terbenam di padang rumput sisi landasan
yang membuat keduanya diteriaki petugas bandara, dan suara batuk yang
dibuat-buat ayah Roona yang senantiasa mengawasi kedekatan keduanya.
Sesibuk
apapun Yash, sepadat apapun jam terbang Yash yang karier pilotnya makin
menanjak. Pemuda itu selalu menyempatkan diri datang mengunjungi Roona yang
setia menunngunya di salah satu kursi bandara.
Roona selalu
antusias menyambut Yash yang selalu datang dengan membawa seikat bunga crysant
berwarna merah maroon dan bola-bola Kristal yang di dalamnya berisi karikatur
pantai dan kapal laut. Begitulah kedunya menjalani satu tahap yang pasti akan
di lalui setiap manusia. Jatuh cinta.
***
Enam bulan
kemudian. Seorang pramugari yang pernah membuat Roona cemburu yang tak lain
adalah sahabat Yash berlari dengan wajah panik ke arah Roona. Roona terkesiap
melihatnya seperti itu.
“Ada apa?”
“Yash…”
Nafas Ammi, pramugari itu tersenggal. Roona ikut panic.
“Yash
kenapa??” Tanya Roona sedikit berteriak cemas. Ammi tak menjawab, wajahnya
pias, ia menggenggam tangan Roona mengajaknya berlari menembus keramaian
bandara, memasuki ruang check in, terus berlari melewati exkalator menuju ke ruang tunggu, terus berlari melewati
tatapan aneh para penumpang hingga langkah kaki keduanya berhenti di dalam
pesawat yang akan segera boarding. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Yash?
Dimana Yash? Kenapa semua orang di dalam pesawat menatapnya?
Lalu
tiba-tiba Yash masuk melalui pintu belakang pesawat, tentu dengan seragam
pilotnya yang gagah, dan seikat besar bunga berwarna-warni. Roona seketika tak
dapat berkata-kata. Para penumpang di dalam pesawat berseru takjub. Langkah
Yash berhenti tepat satu meter di hadapan Roona.
“ Maroona,
hanya laki-laki pengecut yang memintamu menjadi pacarnya. Karna disini aku akan
memintamu sebagai istriku. Maka aku bukan termasuk ke dalam kategori laki-laki
pengecut itu bukan?”
Para
penumpang kali ini bersorak. Roona mengumpat dalam hati, dasar pilot sialan!
Kenapa harus membuatnya panic terlebih dahulu, kenapa harus di dalam pesawat
yang sebentar lagi boarding, tapi senyum bahagia itu tak dapat
disembunyikannya.
“Gadis kapal
lautku, maukah kau menikah denganku?”
Tak ada
alasan bagi Roona untuk menolak. Hari itu, Roona ikut terbang bersama Yash
menuju ke kota tempat Yash berasal, bertemu dengan keluarga Yash.
***
(2)
Beberapa
hari sebelum hari pernikahan keduanya. Seribu ragu mengepung Roona seperti
seeribu laron yang mengepung sebuah sumber cahaya.
“Apakah kau
akan setia?” Tanya Roona sehari sebelum hari pernikahannya. Yash tersenyum.
Senyum yang seperti mendekap cahaya itu dan membawanya pergi menjauh dari
kepungan seribu laron-laron.
“Tentu!”
Jawab Yash mantap.
“Tapi aku
mendengar, cinta seorang laki-laki akan berkurang setengahnya ketika ia
menikahi gadisnya. Dan kau tau, apapun bisa saja terjadi setelah kita menikah.
Kau di kelilingi gadis-gadis cantik yang sangat mempesona. Bagaimana jika
seandainya ditengah jalan kau berpaling?”
Yash
mendekati Roona, ia memegang kedua bahu gadis berwajah teduh itu sehingga
membuat kepalanya terangkat, dan kedua bola mata sehitam biji leci Roona
menatap wajah Yash.
“Dengar!
Ketika seorang laki-laki yang bertanggung jawab sudah mengambil sebuah
keputusan. Dia pasti akan mempertanggungjawabkan keputusan itu apapun yang
terjadi. Dan walaupun di luar sana banyak gadis yang lebih cantik dan mempesona,
tapi tak ada satupun yang bisa membuatku tersenyum di tengah keadaan darurat
sepertimu. Kau mengerti?”
Roona
mengangguk. Yash lalu mengacak gemas rambut Roona.
“Anak
pintar!”
Roona
manyun.
“I’m not
your child!” Ketus Roona sambil melayangkan tinju ke bahu Yash. Yash pura-pura
berteriak kesakitan.
“Forgive me
witch! Forgive me…” Kali ini cubitan mendarat di bahu itu. Dan Yash tak lagi
pura-pura berteriak kesakitan.
***
Keduanyapun
akhirnya menikah. Pesta pernikahan yang indah. Roona dan Yash menjadi pasangan
serasi yang membuat siapun yang melihatnya tersenyum bahagia, walaupun tak
sedikit yang merasa iri. Roona yang cantik dan Yash yang tampan. Tinggal di
sebuah rumah yang penuh dengan cinta. Dan melalui hari-hari yang tak kalah
penuh dengan cinta. Aku harap aku dapat menyaksikan kisah cinta keduannya
berjalan selamanya.
Enam bulan
setelah hari pernikahan. Siang itu aku melihat Roona begitu bahagia. Wajahnya
cantik merona. Lebih bahagia dari hari pernikahannya. Untuk pertama kalinnya,
ia mau membantu pelayan-pelayan Ayahnya di café. Tadi pagi ia juga tiba-tiba
memeluk dan mencium pipi Ayahnya. Dan ia tersenyum pada semua orang yang
berkunjung ke café-nya. Aku lupa, hari itu adalah hari kepulangan Yash dari
luar Negeri setelah hampir seminggu mengikuti test di sebuah maskapai
penerbangan asing.
“Kau
terlihat begitu bahagia hari ini?” Tanyaku. Roona menarik tanganku duduk
bersamanya di salah satu kursi café.
“Ohya?
Tentu! Bukannya aku selalu terlihat bahagia setiap hari?” Ia bertanya balik.
“Ya. Tapi
kali ini kau terlihat dua kalilipat lebih bahagia dari biasanya.” Jawabku.
“Kau salah
Tha. Bukan dua kalilipat, tapi tiga kalilipat!”
“Hmm… aku
bisa tebak. Yang pertama pasti karna hari ini Yash akan pulang. Yang kedua Yash
lulus tes di maskapai penerbangan itu. Dan yang ketiga… hmmm…” Aku mencoba
menerka hal ketiga apa yang membuat anak bossku sekaligus sahabatku ini begitu
bahagia.
“Yang
ketiga… emm nyerah deh!” Kataku akhirnya karna tak menemukan kejadian ketiga
yang menjadi alasan kenapa Roona terlihat begitu bahagia.
“Kau penebak
yang brillian! Yang pertama dan yang kedua benar. Hari ini Yash akan pulang,
hmm aku telah memberitahumu sebelumnya, tepatnya jam setengah enam sore ini
pesawatnya akan transit di Jakarta terlebih dahulu. Yang kedua kau juga benar!
Semalam Yash mengabariku dia diterima, kau tau? Kami akan tinggal di Osaka
jepang!” Roona sedikit berteriak memberitahuku sakin bahagianya. Beberapa
pengunjung café memperhatikan kami. Tapi Roona tak peduli.
“Dan yang
ketiga, ini adalah klimaksnya.” Aku mencondongkan badan demi mendengar kabar
bahagia yang ketiga itu.
“Yang
ketiga, aku akan merasakan dinginnya musim salju, aku akan melihat merahnya
musim gugur, dan aku juga akan melihat bunga-bunga sakura bermekaran, tidak
hanya berdua dengan Yash. Tapi dengan orang ketiga di antara kami.”
“Orang
ketiga? Maksudmu?” Dahiku berkerut bingung.
“Yah orang
ketiga Tha! Orang ketiga yang ada diperutku saat ini!!”
“Kau
hamil?!!!” Kali ini suaraku yang meninggi terkejut. Roona mengangguk bahagia.
“Aku akan menjadi
seorang ibu Tha! Aku dan Yash akan memiliki seorang anak. Kemungkinan dua. Kau
tau sendiri, Ibu mertuaku memiliki saudara kembar. Itu berarti aku memiliki
kemungkinan memilki anak kembar!”
“Waahh…
Selamat Roona! Aku ikut bahagia mendengar itu!” Aku memeluk Roona bahagia, aku
akhirnya mengetahui penyebab mengapa sahabatku ini terlihat lebih bahagia dari
hari pernikahannya.
“Kau tahu?
Aku bahkan belum memberitahu Yash. Aku akan
memberinya kejutan.”
Siang itu, aku
menghabiskan waktu mendengarkan cerita-cerita dan rencana-rencana Roona. Dia
begitu bersemangat menceritakan rencana-rencana kepindahannya nanti,
menceritakan bagaimana sulitnya meyakinkan Ayahnya bahwa ia akan baik-baik saja
di negeri orang asalkan bersama dengan Yash. Ia bercerita tentang kebingungannya,
bagaimana nanti anaknya akan memanggilnya dan Yash. Ayah ibu, ayah bunda, papa
mama, papi mami, umi abi atau apa?. Bahkan ia mencelotehkan nama seperti apa
yang pas untuk anaknnya kelak.
***
Pukul 20.00
WITA, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Semua jadwal penerbangan dari
bandara tempat Roona di delay keberangkatannya. Suara petir yang menggelegar
beberapa kali terdengar. Kilat terlihat beberapa kali menghias langit. Angin
juga bertiup kencang. Membuat orang-orang merapatkan baju hangatnnya. Entah
sudah yang ke berapa kali Roona bolak balik melihat papan pemberitahuan jadwal
penerbangan domestic.
Ayah Roona
ikut cemas melihat putrinya berdiri di luar Café dengan gelisah. Ia
memberikanku sebuah baju hangat dan segelas coklat hangat.
“Berikan
padanya!”
Aku
mengangguk dan berjalan mendekati Roona lantas menyodorkan baju hangat dan
segelas coklat hangat itu. Aku bisa ikut merasakan kegelisahannya. Kegelisahan
yang sama dengan banyak orang di bandara saat itu. Aku memegang pundaknya
berempati.
“Semua akan
baik-bik saja.” Hanya itu yang bisa ku katakana. Roona mencoba tersenyum.
Tiba-tiba
kami melihat Ammi dan Ken tunangannya berlari menembus hujan ke arah kami. Ada
apa? Bukankah Ammi sedang cuti untuk persiapan pernikahannya?
“Ada apa?”
Tanya Roona panic.
“Aku tadi
mendapat kabar. Pesawat yang di tumpangi Yash hilang kontak.” Jawab Ammi. Tak
ada mimik bercanda di wajah itu. Belum sempat Roona berkomentar. Sebuah jeritan
disusul tangisan pecah dibeberapa tempat dibandara. Secara serempak hari itu,
seluruh cenel TV mengabarkan bahwa sebuah pesawat yang sempat hilang kontak di
ketahui menabrak sebuah tebing. Itu pesawat yang ditumpangi Yash. Tangis Ammi
yang pertama kali pecah di pelukan Ken. Sementara Roona masih berdiri mematung
menatap ke layar TV yang masih menyiarkan berita tersebut. Raganya memang
disana, tapi jiwanya seakan telah pergi entah kemana. Lalu ia tertawa, tawa
yang terdengar hambar.
“Apa ini
sebuah kejutan lagi?” Roona menatap kami. Tak ada air mata di wajah itu. Kami
bertiga menunduk. Hanya bisa menunduk. Bahkan ketika suaranya mulai meninggi dan
berteriak seperti orang gila. Teriakan yang memilukan siapa saja yang
mendengarkannya.
“Yash pasti
selamat… Dia pilot yang hebat. Dia pasti kembali.” Lirih Roona dipelukan
Ayahnya yang mencoba menenangkannya.
***
(3)
Roona duduk memeluk kedua lututnya di depan
pintu. Memandang hampa ke halaman rumahnya yang di penuhi bunga warna-warni.
Semalaman ia tak tidur demi menunggu kabar tentang pesawat yang ditumpangi Yash
tersebut. Aku, Ammi, Ken, dan Ayah Roona memutuskan membawa Roona pulang
semalam. Belum ada kabar mengenai kondisi pesawat dan penumpang. Cuaca buruk
dan curamnya tebing menyebabkan sulitnya pengevakuasian team penyelamat.
Satu-satunya jalur yang dapat di tempuh adalah jalur darat yang di ketahui
cukup sulit untuk mencapai ke posisi jatuhnya pesawat. Melihat kondisi tempat
jatuhnya pesawat tersebut, kemungkinan kecil ada korban yang selamat. Tapi
Roona terus memeluk kemungkinan kecil tersebut.
Aku
menyelimutkan sebuah kain ke badannya lantas duduk di sampingnya. Pagi itu
begitu dingin. Hujan masih turun meski tak sederas semalam. Ia menggeleng
ketika ku sodorkan segelas susu hangat.
“Ayolah kau
harus mengisi perutmu.”
Roona
kembali menggeleng. Ia mengusap air matanya yang tiba-tiba mengalir.
“Demi Yash
dan demi janin yang ada di perutmu sekarang. Percayalah, Yash pasti akan marah
jika mengetahui Gadis kapal lautnya ini begitu lemah.”
Kali ini
tangis Roona pecah. Aku langsung memeluknnya. Ayahnya, Ammi, dan Ken menatap
Roona dengan cemas dari balik jendela. Roona melepaskan pelukanku dan mengambil
segelas susu itu lantas meminumnya sampai habis.
“Kau tau,
aku sangat mencemaskan Yash. Ini baru sehari aku tak mendengar suaranya, tak
tau kabarnya, tapi aku sudah sangat merindukannya.
Baru sehari Tha. Bagaimana jika dua hari, tiga hari, seminggu, dua minggu,
sebulan, setahun. Tiga, empat…”
Air mata
Roona kembali tumpah. Aku mengusap punggungnya mencoba menenangkannya.
“Kau lihat
halamanku ini? Bunga-bunga ini Yash yang memilih. Kau pasti tak menyangka dia
tau banyak soal bunga. Dan bunga crysant merah maroon itu adalah favoritnya.
Katanya cantiknya sama sepertiku.”
Roona tersenyum
sambil mengusap air matanya. Aku mendengarkan Roona bercerita tentang Yash,
bagaimana menyebalkannya Yash, bagaimana mereka bertengkar ketika Roona
bersikeras ingin memelihara kucing sebagai temannya ketika Yash pergi.
“Jadi kau
ingin menduakanku dengan seekor kucing. Terlalu!”
Roona
menirukan suara Yash dan mimik Yash. Aku tertawa kecil.
“Ketika aku
mengadukan sikap Yash itu ke ibu mertuaku, aku baru tahu ternyata Yash sejak
kecil takut kucing.”
Roona
tertawa menceritakan itu. Awalnya terdengar lepas, tapi hanya seperkian detik
Roona kembali termenung. Tenggorokanku tercekat. Mataku terasa hangat sedari
tadi menahan tangis melihat gadis ini bercerita.
“Aku rindu
Yash, aku sangat merindukannya…”
***
Dua hari
sudah setelah diketahui letak jatuhnya pesawat tersebut. Belum ada tindakan
pengevakuasian dari team penyelamat. Cuaca yang buruk dan kondisi jalur
pengevakuasian yang sulit menjadi alasan.
Pagi-pagi
sekali Roona keluar dari kamarnya dengan tas carrier di tangannya. Ia memakai
pakaian seorang backpacker. Aku, Ammi, Ken, Ayahnya, dan keluarga Yash yang
memutuskan untuk menunggu kabar di rumah Roona yang datang semalam menatapnya
bingung. Tapi Roona seakan tak menganggap keberadaan kami, ia terus berjalan ke
arah dapur, membuka kulkas dan memindahkan semua isinya kedalam tasnya.
“Roona apa
yang kau lakukan? Kau mau kemana?” Tanya Ayahnya bingung. Tapi Roona tak
menjawab. Setelah tasnya penuh terisi makanan dan minuman. Ia pergi
meninggalkan dapur. Ayahnnya menahan tangannya.
“Kau mau
kemana?” Tanya Ayahnya sekali lagi.
“Ayah Tanya
mau kemana? Aku mau mencari suamiku, aku tak bisa tinggal diam menunggu
kepastian pengevakuasian yang lelet seperti ini.” Jawab Roona.
“Tapi kau
harus ingat, kau sekarang tidak sendiri. Kau sedang mengandung Roona.”
“Tapi aku
tetap tak bisa tinggal diam Ayah membayangkan korban yang selamat tinggal di
dalam hutan dengan luka-luka, kedinginan, dan perut yang kelaparan.”
“Tapi Roona
menurut dugaan tidak akan ada korban yang se…”
“TIDAK! “
Saudara ipar
Roona yang tadi angkat suara seketika terdiam mendengar teriakan Roona.
“Tidak ada
yang benar-benar tau apa yang terjadi disana.”
Semuanya
terdiam. Tak ada yang bisa mencegahnya pergi. Kami akhirnya sepakat
mengantarkannya ke pos team evakuasi pagi itu. Menembus gerimis halus yang
turun. Membelah jalanan kota yang basah. Berharap Roona berubah fikiran.
***
Kami baru
tiba di pos team evakuasi ketika matahari
mulai condong ke barat. Kondisi cuaca memang sangat buruk, hujan masih turun
dan jalur evakuasi yang begitu sulit terlihat nyata di depan mata. Jarak dari
pos ke tebing tempat jatuhnya pesawat adalah tiga kilometer. Team evakuasi
harus melewati hutan yang jalannya sudah pasti berliku ditambah licinnya jalan
karna hujan. Belum lagi tebing yang harus didaki kemiringannya mencapai 40o.
“Kau lihat
Roona, bukan karna lelet tapi karna kondisi cuaca yang tidak mendukung.” Kata
Ayah Roona. Roona hanya melihat hampa ke luar kaca jendela mobil.
Apa kau
masih ingat yang kuceritakan di awal? Laki-laki yang menikah dengan pacar
pertama sekaligus cinta pertama Yash?
Laki-laki
itu ada di tempat itu, di dalam pos team evakuasi. Bukan. Dia bukan salah satu
dari team evakuasi. Dia tidak memakai seragam berwarna hitam dan oranye seperti
para team evakuasi yang lainnya. Dia memakai pakaian hampir percis sama seperti
yang dipakai Roona. Dan tatapan hampanya sama percis seperti tatapan hampa Roona.
Namanya Langit, ke dua bola mata coklatnya memandang hampa ke tengah hutan.
Fikirannya mengambang ke satu wajah di dalam sana. Sama. Yang di rasakannya
sama seperti Roona.
***
(5)
Hari masih
gelap ketika Roona memutuskan pergi menerobos hutan. Mengikat rambutnya
tinggi-tinggi dan mengikat tali sepatunya erat-erat. Ia seperti hidup sendiri,
dengan bayangan sosok Yash yang memenuhi otaknya. Tak peduli apa yang akan
terjadi nanti. Tak peduli dengan sebuah nyawa lain yang ada padanya. Antara
cinta dan kenekatan memang sering kali tak bisa dipisahkan.
Team
evakuasi gelombang pertama yang bertugas mebuka jalan baru akan berangkat pukul
tujuh pagi. Itu terlalu lama bagi Roona. Lagi pula tak akan ada yang setuju
Roona ikut sebagai team relawan. Tak akan ada dengan kondisinya yang sedang
labil dan mengandung seperti itu. Maka ia putuskan untuk mengendap-endap pergi
menerobos hutan disaat yang lainnya masih sibuk menyiapkan peralatan evakuasi.
Langit
sempat melihat Roona yang mengendap-endap melangkah pergi masuk ke dalam hutan.
Kedua bola mata sehitam biji leci Roona bersitatap dengan kedua bola mata
coklat bening Langit. Tapi Langit tak peduli. Bagaimana mungkin ia akan peduli,
jika hanya ada satu sosok yang memenuhi fikirannya. Liana istrinya. Cinta
pertama Yash. Perasaan bersalah dan menyesal menggerogoti hatinya. Dua minggu
yang lalu Langit meninggalkan Liana yang menangis meminta ma’af padanya. Apa
ada lelaki yang merasa tidak sakit ketika perempuan yang dicintai mengaku masih
memiliki rasa pada cinta pertamanya? Langit kembali mengingat pertengkaran di
meja makan malam itu.
“Kenapa kau
tidak jujur sejak awal? Aku tidak akan menyetujui pernikahan ini kalau aku tau
kau memiliki cinta yang lain! Ya Tuhan… Ini sudah hampir tiga tahun Liana!”
Langit meremas rambutnya sendiri. Rahangnya
mengeras menahan marah. Sementara Liana
menunduk menangis di hadapannya. Apakah ada yang bisa menjelaskan kenapa
laki-laki sering tak tahan melihat perempuan menangis dihapannya? Langit
berdengus keras. Laki-laki berwajah turunan itu berdiri dan pergi meninggalkan
Liana yang menangis berteriak meminta ma’af padanya. Langit membutuhkan waktu
untuk meringankan rasa sakitnya.
Seharusnya
Langit sadar ketika ia benar-benar mencintai maka ia juga harus rela melepaskan
orang yang dicintainya meski ia tersakiti dan terhianati sekalipun. Seharusnya
Langit tidak meninggalkan Liana malam itu. Seharusnya, yah kata seharusnya
memang adalah kata penyesalan yang menyesakkan. Sekarang dokter muda itu hanya
bisa berharap bisa menemukan Liana di dalam sana, memeluknya, dan berkata
“Pergilah jika itu dapat membuatmu senang.”
“Dokter
Langit, dokter Langit.”
Langit
tersadar dari lamunannya. Ia menarik napas panjang dan berat lantas memijat keningnya
sendiri yang terasa pening.
“Anda yakin
menjadi team relawan kami? Saya melihat anda sepertinya tidak konsentrasi. Jika
memang anda dalam kondisi yang tidak baik, serahkan pencarian istri anda kepada
kami.” Kata salah seorang team evakuasi berseragam hitam oranye yang akan
menjadi rekan satu teamnya. Langit menggeleng.
“Saya tidak
apa-apa.” Jawab Langit singkat sambil melanjutkan mengemas barang-barang yang
akan dibawanya. Langit dan teamnya akan berangkat pada gelombang kedua pukul
08.00 nanti.
Sementara itu
kami yang menyadari menghilangnya Roona mulai panik dan kepanikan dengan cepat
menjalar kesetiap orang di pos evakuasi. Kami menanyakan Roona kesemua orang
yang ada di pos, bahkan Ken menyisir hutan sekitar pos demi menemukan Roona.
“Tolonglah,
putriku dalam kondisi labil dan mengandung. Dia akan melakukan apa saja, bahkan
mengancam nyawanya sekalipun. Dia tidak tau arah, tidak membawa peta, bahkan
dia tidak pernah masuk hutan seorang diri sebelumnya.” Ayah Roona memohon
dengan putus asa kepada salah seorang anggota team evakuasi.
Langit
menatap Ayah Roona dari tempatnya.
“Ada apa?”
Tanya Langit pada teman satu teamnya yang kembali dari kerumunan tempat Ayah
Roona memohon.
“Ada
perempuan gila yang nekat masuk kedalam hutan mencari suaminya. Tambah
merepotkan saja!” Jawab pemuda itu tak
peduli. Logika segera mengambil alih perasaan Langit. Ia kemudian mengingat
perempuan yang tadi sempat bersitatap dengannya. Langit segera menghampiri Ayah
Roona. Ami yang mengenal Langit sebagai suami Liana mantan pertama sekaligus
cinta pertama Yash terkejut. Begitu juga dengan Langit yang mengenal Ami
sebagai teman Liana. Pertanyaan kenapa dan ada apa ditelan keduanya. Yash dan
Liana ada didalam pesawat yang sama?
“Putri
bapak, berambut panjang, berbaju coklat kotak-kotak dengan sweater hitam,
membawa tas carrier dan tingginya kira-kira segini?” Tanya Langit sambil
menunjuk telinganya mengisyaratkan tinggi badan perempuan yang dilihatnya tadi.
Ayah Roona dengan cepat menggangguk.
“Iya. Itu
putri saya. Namanya Maroona. Tolonglah nak. Tolong cari dia.”
Lalu pagi
itu, Langit bersama dua orang anggota team evakusi yang lain masuk kedalam
hutan mengikuti arah kepergian Roona. Mereka melangkah di atas tanah yang basah
sisa hujan selama 2 hari sebelumnya. Mereka melangkah menembus kabut tipis yang
menyelimuti pagi itu.
***
Roona
membuka kedua tangan yang menutup matanya. Ia tercengang melihat pemandangan
yang ada di hadapannya. Roler coaster, tornado, bianglala besar, dan wahana
sejenisnya terhampar dihadapannya. Wahana bermain? Yash membawanya ke sebuah
wahana bermain. Terlalu!
Roona segera
berbalik dan menatap Yash dengan tatapan penuh Tanya. Sementara Yash hanya
nyengir memamerkan deretan giginya yang
putih.
“Jadi di
ulang tahunku yang ke 23 ini kau mebawaku ke wahana bermain? Kau pikir aku
anak-anak?” Roona manyun melipat kedua tangannya di dada seperti anak kecil.
“Gadis kapal
Lautku yang cantik jelita. Kita memang sudah dewasa, tapi apa kau tau? Tak ada
orang dewasa yang benar-benar dewasa, mereka pasti masih memiliki sisi
anak-anak. So? Let’s try those are!”
Roler
coaster itu meluncur dengan kecepatan tinggi meliliuk-liuk di lintasannya.
Roona berteriak sekuat yang dia bisa. Menggenggam keras-keras tangan Yash yang
berteriak riang disampingnya. Nyawa Roona seperti akan terlempar kapan saja
dari tempatnya, sementara Yash tertawa melihat Roona yang ketakukan.
Di dalam
rumah hantu giliran Yash yang menggenggam erat tangan Roona. Wajah Yash yang
takut tapi ditahan itu membuat Roona tertawa geli. Ya Tuhan, pria ini tidak
hanya takut kucing tapi juga takut hantu. Dan habislah Yash menjadi bahan
ketawaan Roona ketika keluar dari rumah hantu.
Dan di atas
sky winger yang berputar pelan di atas ketinggian, seluruh isi perut Roona bergejolak.
Sejak kecil Roona benci ketinggian, tapi entah mengapa ketika Yash menarik
tangannya dan mengajaknya naik ke wahana yang hampir semuanya berbau
ketinggian, Roona tak bisa menolak, Yash mampu membuatnya yakin bahwa ia akan
baik-baik saja dimanapun tempatnya asal bersama dengannya.
Yash
memnggenggam tangan Roona di atas Sky winger yang berayun berputar itu.
“Kau baru
akan bisa menikmati sensasinya jika kau memejamkan kedua matamu.” Kata Yash
disamping Roona. Roona lantas menggenggam tangan Yash dan memejamkan kedua
matanya. Di saat itu, di atas ketinggian yang berayun berputar. Roona merasakan
dirinya terbang. Terbang bersama Yash.
Potongan-potongan
kenangan bersama Yash memenuhi fikiran Roona. Roona merasakan langkahnya
semakin melambat di tempat yang sama sekali tak di kenalinya. Hanya ada
pohon-pohon tinggi dengan daun-daun lebat yang menutupi sinar matahari pagi dan
tak ada lagi Yash yang menggenggam tangannya. Ia tak tau apa yang sedang
dilakukannya. Ia tak tau kemana kakinya melangkah. Yang ditaunya hanya sosok
Yash yang ingin segera ditemuinya. Ia hanya ingin memastikan laki-laki itu
baik-baik saja dan akan mengatakan surprise yang entah dalam rangka apa di
didalam sana. Oh, bisakah detik ini juga Yash
hadir?
Tubuh Roona terasa lemas setelah berlari dan
berjalan entah seberapa jauh masuk kedalam hutan, kepalanya terasa pening,
pandangannya berkunang, dan kedua kakinya tak mampu lagi menopang tubuhnya.
Dalam hitungan seperkian detik tubuh itu ambruk di atas tanah yang diselimuti
daun-daunan yang basah. Tepat dengan itu Langit menemukannya. Langit segera
berlari ke arah Roona, mengeluarkan HT dari saku celanannya dan mengabari kedua
rekannya_yang tadi memutuskan berpencar_bahwa
ia telah menemukan Roona. Langit segera mengecek kondisi Roona.
“Yash…”
Lirih Roona. Roona tak dapat melihat jelas laki-laki yang sedang mengecek
denyut nadi di pergelangan tangannya itu, pandangan matanya benar-benar
berkunang. Langit segera membongkar tas Roona dan menemukan sebotol air
penambah ion lantas meminumkannya pada Roona yang berhasil disandarkannya di
sebuah batang pohon. Terang saja tubuh itu lemas, terakhir kali tubuh itu
mendapatkan asupan makanan dua hari sebelumnya, itu pun hanya segelas susu.
Entah apa yang membuat tubuh Roona bertahan selama itu ditambah dengan
perjalanan sejauh ini.
Langit tidak
tau percis kondisi kandungan Roona karna dia bukan seorang dokter kandungan,
tapi sedikit tidak ia tau janin yang baru berusia beberapa minggu itu masih ada
dan kemungkinan masih “hidup”. Ketika Langit hendak mengangkat tubuh Roona,
Roona menepis kedua tangan itu.
“Biarkan
aku! Aku ingin mencari suamiku. Aku ingin segera bertemu dengannya. Kau sama
saja seperti mereka, kau tidak tahu bagaimana aku merindukan suamiku. Kau tidak
tau bagaimana aku ingin segera bertemu dengannya. Kau bisa pergi
meninggalkanku.” Kata Roona lemah dengan suara pelan setelah ia berhasil
mendapatkan tenaganya walau hanya sedikit. Langit berdengus kesal. Ingin sekali
Langit juga berkata lantang di hadapan perempuan ini bahwa dirinya juga ingin
segera bertemu dengan Liana istrinya, ingin segera memeluk Liana, meminta ma’af
lantas berkata “Pergilah jika itu dapat membuatmu senang.” Dan dapat melihat
senyum terkembang di wajah cantik berlesung pipi itu lagi.
“Kau ingin
menyebutku gila? Yah, aku mungkin sudah gila jadi kau bisa pergi meninggalkanku
dan kau tidak perlu repot-repot mengurus perempuan gila ini.” Lanjut Roona.
Langit menatap lekat-lekat wajah Roona yang sebagian tertutupi rambutnya lantas
duduk di samping Roona. Perempuan itu Maroona, istri dari laki-laki yang dicintai Liana,
istrinya. Dunia memang begitu elastis, kadang ia terasa begitu besar sehingga
penghuni di dalamnya merasa begitu kesepian. Dan terkadang dunia terasa begitu
sempit sesak sehingga bisa mempertemukan apapun bahkan yang tidak dikehendaki
sekalipun.
“Tidak hanya
kau yang merasakan itu, Maroona. Ada 239 penumpang beserta awak kabin dalam
pesawat itu, dan ada lebih dari 239 orang yang akan merasa kehilangan juga walaupun tak sedikit yang masih menyimpan
harapan bahwa di dalam sana orang yang mereka kasihi masih ada, sama
sepertimu.” Langit menghela napas panjang. Roona sama sekali tak melihatnya, ia
memalingkan wajah dari Langit. Sejujurnya Roona lelah menangis, tapi air mata
hangat itu terus-terusan mengalir tanpa diminta. Pipinya basah, tapi hatinya
lebih basah lagi.
“Aku tau kau
sangat mencintai suamimu. Begitu juga dengan…” Suara Langit tertahan. Ia
mengingat Yash, laki-laki itu adalah laki-laki yang dicintai Liana. Dan Liana adalah
pacar pertama sekaligus cinta pertama Yash. Mereka ada di dalam pesawat yang
sama. Apakah hanya sebuah kebetulan saja? Langit segera menepis pikiran
negative yang tiba-tiba muncul di otaknya.
“Begitu juga
dengan suamimu, Ilyash.” Langit melanjutkan kata-katanya. “Apapun yang terjadi,
jika kau benar-benar mencintainya, yang harus kau lakukan adalah
mengikhlaskannya. Jika kau tidak bisa mengikhlaskan orang yang kau cintai, maka
kau belum benar-benar mencintainya dengan tulus. Jika kau masih belum bisa mengikhlaskannya
berarti egomu masih bercampur di dalam cinta itu. Percayalah Yash tidak akan
setuju dengan caramu yang membahayakan nyawamu sendiri dan janin yang ada di
perutmu seperti ini.”
Kali ini
Roona menoleh mendengarkan perkataan Langit, sementara Langit menerawang.
Kata-kata itu tidak hanya diperuntukannya
untuk Roona tapi kata-kata itu juga lebih diperuntukan untuk dirinya sendiri.
Langit menoleh menatap Roona juga.
“Ini
hanyalah masalah waktu. Ibaratnya seperti kau yang terbiasa makan nasi tiga
kali sehari dan tiba-tiba kau harus membiasakan diri memakan roti tanpa nasi
seumur hidupmu. Kau tidak akan mati tanpa memakan nasi. Dan kau tidak boleh
mati hanya karna tak ada nasi. Kau mungkin akan sering merindukan nasi yang
biasa kau makan itu, tapi seiring berjalannya waktu kau akan terbiasa memakan
roti. Dan kau akhirnya akan menyadari bahwa roti tidaklah seburuk itu.” Langit
menghentikan kata-katanya.
“Sekarang
pulanglah. Aku seorang dokter dan aku dapat memastikan dengan kondisimu yang
seperti ini kau tidak akan sampai ke tebing itu selain jalan yang kau ambil ini
salah. Kau harus mendapatkan beberapa kantong infus untuk memulihkan kondisimu.
Aku berjanji akan menemukan Yash bagaimanapun kondisinya untukmu.”
Batu yang
ada di kepala Roona perlahan melunak. Roona tidak mengangguk ataupun menggeleng
menolak pulang bersama Langit. Roona hanya terdiam. Diam memikirkan apa yang
telah dikatakan Langit tadi. Jika Yash tau laki-laki ini menyamakannya dengan
nasi maka ia pasti akan marah besar.
Langit
kembali hendak mengangkat tubuh Roona, tapi Roona kembali menepis tangan itu.
“Aku bisa
berjalan.” Kata Roona. Seulas senyum terkembang di wajah Langit. Ada sebuah
aura kekuatan cinta yang sangat besar
yang ada pada perempuan disampinya itu.
***
(6)
Gerimis
halus masih turun ketika team evakuasi berhasil menemukan bangkai sayap pesawat
itu pertama kali di hari ke 4. Sayap pesawat itu ditemukan terpisah
beratus-ratus meter dari badan pesawat yang terbelah menjadi beberapa bagian.
Kondisi pesawat yang menabrak tebing itu benar-benar hancur. Tak ada
tanda-tanda akan ada korban yang selamat. Mayat-mayat korban satu persatu mulai
ditemukan dengan kondisi yang mengenaskan. Pengevakuasian berjalan di tengah
kesunyian. Hanya tangan-tangan para tim evakuasi yang bergerak bekerja. Tim
SAR, TNI, para relawan yang berasal dari berbagai kalangan baik dari dalam
negeri maupun relawan dari luar negeri bahu membahu mengevakuasi bangkai
pesawat dan para korban. Baik melalui jalur darat maupun jalur udara yang berhasil
dibuka.
Pengevakuasian
para korban berjalan begitu dramatis. Sangat memilukan ketika melihat mayat
salah seorang ibu yang masih mendekap erat bayinya, melihat mayat pramugari
yang memeluk seorang anak, dan tidak sedikit ada mayat yang ditemukan dalam keadaan
tidak utuh lagi. Sangat menyesakkan membayangkan detik-detik jatuhnya pesawat
tersebut.
Tenggorokan
Langit terasa tercekat dan nafasnya terasa begitu berat melihat pemandangan
yang ada di hadapannya. Bukan. Bukan karena masker yang melindungi penciumannya
dari aroma mayat yang tertahan disana selama empat hari yang membuat dadanya
sesak, tapi karena aura kesedihan yang menyelimuti tempat itu. Dan Langit harus
siap menerima keyataan bahwa Liana adalah salah satu di antaranya.
Tangan
langit bergetar ketika ia menemukan sebuah tas tangan yang amat sangat
dikenalinya. Itu milik Liana. Tiga meter dari tas tangan itu Langit akhirnya
menemukan tubuh Liana yang tak bernyawa lagi. Ia jatuh tertunduk di samping
mayat perempuan yang amat dicintainya itu. Langit menangis. Laki-laki itu
menangis dengan begitu pilu. Rasa kehilangan memang sangat menyakitkan.
Tak jauh
dari mayat Liana, Langit menemukan tubuh Yash yang tak bernyawa lagi seperti
Liana. Bagaimanapun perasaan Langit. Langit juga harus memenuhi janjinya pada
Roona untuk membawa Yash pulang. Untuk membawa jasad laki-laki itu pada
perempuan yang hampir gila karena mencintainya.
***
Tidak ada
deskripsi panjang lebar mengenai rasanya ditinggalkan yang ingin ku tulis
disini. Sakit. Kata itu cukup mewakili semua kesedihan yang mengepung Roona.
Tiba-tiba sebuah fakta mau tidak mau harus di terimanya, sepanjang sisa
hidupnya ia tak akan bertemu dengan Yash. Tidak ketika ia membuka mata di pagi
hari sepanjang tahun. Tidak juga ketika
ia menekan kontak nama Yash di handponenya lalu suara yang menangkan itu ada di
ujung sana. Semuanya berakhir, tak ada yang dapat di tuliskannya lagi tentang
Yash. Dan perempuan itu akan sering merasakan sakitnya merindukan seseorang
yang tak dapat ditemuinya lagi di kehidupannya. Tapi jangan sebut ia Cahaya
Maroona jika ia tak dapat bertahan.
Setelah
kepergian Yash, Roona memutuskan untuk menutup pintu hatinya rapat-rapat untuk
laki-laki lain. Ia memutuskan setia dengan satu cintanya itu saja. Tidak. Roona
tidak seperti Romeo yang ikut menegak racun demi menyusul kekasihnya. Karena
Roona yakin, jika ia mengakhiri hidupnya sendiri. Tuhan akan marah dan
menempatkannya di neraka, tidak di surga dengan Yash. Roona juga yakin, Yash
pasti akan marah besar jika tahu di setiap headline news surat kabar ada berita
tentang dirinya yang bunuh diri karena ditinggal meninggal oleh suami. Itu
tidak lucu bagi Roona.
Jadilah,
Roona memutuskan menjadi single mother yang hebat membesarkan kedua anak
kembarnya yang diberi nama Ilyash untuk yang laki-laki dan Ilyasha untuk yang
perempuan yang lahir 8 bulan setelah kepergian Yash. Roona seakan melihat
kembali cahaya kehidupan di wajah ke dua bayinya yang mewarisi perpaduan antara
wajahnya dan Yash. Ia mulai menjalani hari-hari baru di rumah yang halamannya
makin dipenuhi oleh bunga warna-warni dengan kedua buah hatinya menunggu janji
Tuhan untuk dipertemukan lagi dengan Yash di kehidupan yang berikutnya. Semua
manusia memang harus mengakui how great a woman is!
Bagaimana
dengan Langit?
Di pesta
ulang tahun Ilyash dan Ilyasha yang ke 4 yang di adakan di halaman belakang
rumah Roona dan Yash yang cukup luas. Dokter yang lebih cocok menjadi cover boy
itu datang membawa 2 buah kado dan sepucuk surat. 2 buah kado untuk Ilyash dan
Ilyasha , sepucuk surat untuk Roona. Roona menyambutnya dengan hangat,
laki-laki yang pernah berani menyamai suaminya dengan nasi itu menghilang
setelah acara pemakaman istrinya yang serempak dilaksanakan dihari pemakaman
Yash.
Keduanya
duduk di bangku panjang menghadap ke arah anak-anak yang menikmati pesta ulang
tahun. Gelembung-gelembung sabun berterbangan di sekitar keduanya.
“Bagaimana
kabarmu? Kemana saja kau setelah hari pemakaman itu? Padahal waktu itu aku
ingin mengucapkan terimakasih karena kau telah menyelamatkanku di tengah hutan,
menguliahiku dengan perumpamaan nasi dan roti dan menepati janjimu membawa Yash
kembali untukku meski tak bernyawa lagi.”
Langit
tersenyum kecil dan menyerahkan sepucuk surat yang dibawanya tadi pada Roona.
Roona mengeryitkan dahi menerima surat itu. Kedua matanya mengisyaratkan tanda
tanya. Langit menerawang lalu mulai berkisah menjawab semua tanda tanya itu.
“Kau tahu?
Istriku Liana adalah cinta pertama sekaligus pacar pertama Yash suamimu.
Walaupun kami sudah menikah, ia mengaku masih memiliki rasa pada Yash. Itu
penyebab pertengkaran kami sebelum aku meninggalkannya malam itu di meja makan.
Aku sama sekali tak menyangka bisa bertemu dengan istri laki-laki yang tlah
membuat hati perempuan yang begitu ku sayangi itu bercabang. Ingin sekali
rasanya aku tidak mencarimu ke dalam hutan waktu itu. Ingin rasanya aku bungkam
pernah melihatmu mengendap-ngendap menyelinap pergi. Tapi aku tak tega melihat
Ayahmu yang memohon pada setiap orang di post waktu itu. Dan aku tak dapat
menjelaskan bagaimana aku bisa melihat apa yang kau rasakan melalu tatapan
matamu waktu itu. Jadi aku putuskan untuk mencari mu. Perempuan yang hampir
gila.
Setelah itu aku menemukan jasad Liana tak jauh
dari jasad Yash. Ya, mereka satu pesawat waktu itu. Aku berfikir itu hanya
suatu kebetulan saja. Tapi ternyata aku salah, temanku mengabari bahwa Liana
tidak hanya satu pesawat dengan Yash
dari Jakarta saja. Tetapi mereka memeang satu pesawat sejak dari jepang.”
Demi mendengar
itu semua Roona langsung berdiri dan dengan cepat Langit menarik tangan itu
duduk lagi sebelum ia meledak dengan semprotan kata-kata pembelaan atas Yash,
suami yang amat dicintainya itu.
“Duduklah. Dengarkan
dulu ceritaku. Cukup sekali kau melakukan hal gegabah saat di post waktu itu. Jangan
sampai sekarang kau merusak pesta Ilyash dan Ilyasaha.” Kata Langit. Roona
menghembuskan nafas kesal dan membuang muka. Apa yang akan dikatakan laki-laki
ini? Yash selingkuh? Tidak mungkin!
“ Ingin
sekali ku beritahu kau apa yang terjadi waktu itu. Tapi ku urungkan niat, aku
tak ingin membuatmu benar-benar gila. Jadi setelah hari pemakaman itu, aku
memutuskan untuk ke jepang mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi disana
antara Liana dan Yash. Aku berencana memberi tahumu setelah aku mengetahui
secara pasti apa yang sebenarnya terjadi sambil menunggu luka kehilanganmu
sedikit mengering. Sebenarnya aku yang lebih tepatnya melarikan diri dari rasa
sakit dihianati. Tapi, “ Langit tersenyum melihat Roona yang memalingkan wajah.
Air mata perih jatuh di wajah perempuan berwajah teduh itu. Jadi semua
kata-kata meyakinkan Yash selama ini? Semua janji-janji itu? Ah, Lihatlah! Luka
sakit kehilangan yang awalnya hampir mengering itu kembali terkelupas sampai
mengeluarkan darah. Begitu perih rasanya.
“Hey aku
belum selesesai kenapa kau menangis? Demi Tuhan Roona, pengorbanan yang kau
telah lakukan demi Yash tidak salah, dan rasa cinta dan kepercayaanmu pada Yash
itu tidaklah sia-sia. Bacalah surat yang
ku berikan padamu itu. Itu milik Yash yang tertinggal di cottage tempatnya
menginap waktu itu di jepang.”
***
5 tahun lalu. Awal musim gugur, midosuji
street, Osaka-Japan…
Yash
melepaskan pelukan Liana. Tersenyum tenang setelah mendengar pengakuan gadis
yang namanya pernah terukir di hatinya itu.
“Tidak
Liana. Aku memang dulu begitu mencintai dan menyayangimu. Aku juga masih
mengingat kenangan-kenangan kita dulu. Saat semuanya pertama kali berawal dan
saat semuanya berakhir. Tapi aku telah memutuskan menutup cerita lama itu
setelah kamu memutuskan menikah dengan laki-laki yang dijodohkan orang tuamu
itu. Aku telah memutuskan untuk mencintai perempuan yang telah menjadi istriku
sekarang dengan sepenuh hati. Cinta itu sebuah keputusan Liana. Keputusan apa
kau akan terus mencintai orang yang tidak di takdirkan untukmu dan menyakiti dirimu
sendiri dan orang lain, atau keputusan apa kau akan melupakannya dan memulai
hidup baru dengan orang yang telah ditakdirkan untukmu. Aku begitu menyangi dan
mencintai istriku. Lupakan aku Liana. Jangan pernah menyia-nyiakan laki-laki
yang mencintaimu demi cinta yang tidak ditakdirkan untukmu.”
Lalu Yash
meninggalkan Liana yang berdiri mematung melihat daun-daun ginkgo berwarna
coklat kekuningan yang berguguran menutupi jalan. Angin musim gugur yang kering
dan dingin itu bertiup membuat hati Liana bertambah ngilu dan air mata yang
terasa hangat itu setetes demi setetes jatuh di pipinya yang memerah, sementara
sosok Yash berjalan menjauh meninggalkannya.
***
Dear gadis kapal lautku yang cantik…
Aku mungkin telah tertular olehmu dan temanmu
Thalita itu untuk menulis. Entah kenapa hari ini aku begitu ingin menulis surat
untukmu padahal aku bisa saja menelpon, mengirimu pesan singkat, atau e-mail. Tapi
ternyata dengan menuliskannya di selembar kertas ini, aku merasa lebih lega.
Gadis kapal lautku, aku hanya ingin kau tahu…
Jika
aku mencintaimu karna kamu cantik,,
Aku bisa saja
meninggalkanmu
karna di luar sana
masih banyak yang jauh lebih cantik dari dirimu.
jika aku mencintaimu
karna kepintaranmu,,
Aku bisa saja
berpaling
karna di luar sana
masih banyak yang jauh lebih pintar darimu.
Begitupun jika aku
mencintaimu karna harta yang kamu miliki,,
aku bisa saja mendua
karna di luar sana
banyak gadis yang jauh lebih kaya, glamor, dan memiliki segalanya
jika dibandingkan
dengan apa yang kamu miliki.
Tapi...
Aku mencintaimu karna
kamu adalah kamu
Karna kamu yang
ditakdirkan-Nya untukku
Karna aku
menyayangimu atas nama-Nya…
Dear gadis kapal
lautku yang terkadang begitu keras kepala dan ceroboh,
Dulu mungkin aku
pernah memiliki cinta yang lain. Tapi setelah aku mengucapkan sumpah setia di
hari pernikahan kita, aku telah memutuskan setia hidup bersamamu. Menjadi pasangan
paling bahagia di muka bumi ini. Memiliki anak-anak yang lucu. Bersama sampai
kita menjadi manula.
Tapi, jika Dia Yang
Maha Cinta memanggil salah satu di antara kita lebih dulu. Percayalah bahwa kau
akan selalu mencintaimu dimanapun aku berada.
(jangan tanya kenapa
aku mendadak begitu melankolis, ini hanya efek angin musim gugur :p)
Cahaya Maroona, aku
menyayangimu…
Dari laki-laki yang
memilih setia
Ilyash Ilyasha
***
Roona melipat kembali selembar surat yang baru saja di
bacanya. Air mata kembali menetes di pipinya, kali ini tetesan itu jatuh
membasahi lukanya yang tadi sempat terkelupas dan berdarah. Ajaibnya tetesan
air mata kali ini membuat luka itu dengan cepat kembali mengering.
Roona menarik nafas panjang. Sebuah senyum terukir di
bibirnya. Seandainya saja Tuhan memberikannya kesempatan sedikit saja lebih
lama dengan Yash. Yah, tapi semua ini memang telah di rencanakanNya.
Kini Roona menatap Langit yang terlihat tertawa lepas
di antara anak-anak yang tengah hanyut di dalam pesta ulang tahun itu. Tepat dengan
itu Langit juga menatapnya. Lirih Roona mengucapkan terimaksih. Langit
tersenyum. Senyum yang dapat diartikan…
“It’s ok! I’m a man and I’ll be fine!”
Lombok, July 19th, 2013
After subuh, Novita Hidaya.
THE END
***
(abis nulis ini langsung denger lagunya BCL cinta
sejati.)
Terima kritikan (masukan) untuk cerita ini dengan
senang hati,
dan terimakasih yang udah baca sampe akhir. :)
cciiieee,,,,
BalasHapusyang udh masuk bLog :D
semoga cerita"y ta bisa terkenal, n nis bisa dpt traktiran..
heheee (ngareepp bangeett) .. !!!
aamiin :)
hehe amin nis masih amatiran ini...
BalasHapusnice (y)
BalasHapusthanks :)
Hapus