Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Kenapa harus ‘terpaku’ nungguin pelangi, kalo bisa nikmatin hujan?

Eits, jangan salah sangka dulu ya! Note ini sama sekali gak bakalan ngebahas sesuatu yang berbau kegalauan, secara kan ngomongin hujan sering identik dengan nuansa melankolis gitu. tapi disini, khusus di note saya yang judulnya ada hujan-hujannya ini, saya bakalan ngebahas tentang ma sa lah. Iya masalah. Itu lho yang bahasa inggrisnya ‘problem’. Masih gak tau? *aduh anak siapa sih inih?! >_< Well, kamu pernah punya masalah gak? Entah itu masalah cita-cita kamu, study kamu, keluarga kamu, sahabat kamu, atau tambatan hati kamu #eaaaaaa hahaha Pasti pernah donk ya? Atau justru kamu sedang punya masalah sekarang? Bagus kalau begitu! Itu berarti kamu sedang membaca  note yang tepat ^_^ hehehe Kamu pasti pernah denger kutipan yang bilang “Hemat pangkal kaya ….” eh bukan bukan! Bukan yang ini!! Maksud saya kutipan yang kurang lebih bilang “Selalu ada pelangi setelah hujan”. Pasti pernah donk! Kamu kelewat kuper kalau gak pernah denger itu kutipan -_-  kutipan itu biasan

Sebuah prolog: Anak Anjing

Orang-orang di kampungku memanggilku dengan panggilan “anak anjing”. Bukan! Bukan karena kedua orang tuaku adalah anjing. Meski mereka bahkan terkadang tak mampu menyediakan makanan yang layak untukku dan adik-adikku, tapi sungguh mereka adalah orang tua yang baik budi pekertinya. Bukan pula karena rupaku yang mirip anjing sehingga nama panggilan itu melekat padaku. Aku tak yakin, tapi setidaknya tidak hanya cermin yang berkata aku cukup rupawan untuk dikatakan mirip anjing. “Jangan!!! Anjing itu bisa mati!” Ini sudah 20 tahun setelah kejadian itu tapi aku seakan masih bisa mendengar teriakan cemprengku di tengah hujan lebat saat itu, yang bahkan tidak membuat anak-anak itu—yang dulunya ku anggap “teman”__ beranjak sedikitpun dari tempatnya, masih dengan batu di genggaman mereka masing-masing. Sementara anjing kampung dengan kaki hampir putus dan koreng dimana-mana itu beringsut menggelung di sisi undakan batu. Matanya takut-takut berkedip. Lemah. Seakan melihat izrail

Di Balik Kartu Post dari Istanbul

Hari ini aku dapet kartu post Instanbul dari weddingnya kak fatma sama kak Tony (baca souvenir) walaupun jumat tempo hari batal ikut acaranya :D hahaha sekilas menurutku ga ada yang menarik dari kartu post ini, walaupun emang dibawa langsung dari Instanbul sana. Tapi kan tetep aja aku bisa googling liat fhoto-fhoto Turky. Kan yang ‘moto’ juga di turki sana. Tapi tapi, tunggu dulu… di baliknya ternyata ada puisi!!! :O Trus kalo ada puisi kenapa?   Biasa aja keles .... Eits tapi justru karena dua puisi yang ada di balik kartu post ini yang buat aku melek trus jari-jari jadi gatel buat tulisan kaya’ gini lagi, setelah sekian lama tenggelem dalam naskah yang tak kunjung kelar (dikelarin tepatnya) T.T *curcol mbak .… Well, ini dia dua puisi si biang kerok itu …. (Perhatian! Disarankan baca waktu sendirian, duduk deket jendela sambil liatin bintang gemintang #eaaaaaaaaaaaa) Puisi yang pertama….   akulah Si Telaga berlayarlah di atasnya berlayarlah menyibakka

Aku, Kau, dan Seharusnya

... Seharusnya kita hidup bersama, dari waktu ke waktu… Seperti dari biji, kecambah, lalu tunas kecil, sampai pohonnya …. Seharusnya hari-hari kita akan sama, dari satu sumber kehidupan… Lihat saja akar, batang, ranting, daun, hingga buah … Tapi kita terpisah! Terpisah seperti jati yang memangkas sendiri daunnya Atau seperti bonsai yang sengaja dipangkas? Entahlah! Aku tau meski aku berteriak atau menjerit bertanya Kau tak akan menjawab Entah enggan, entah sungkan selama ini kau selalu bungkam …. Tapi kau tak perlu gusar, Karena aku akan selalu diam, meski  kau tertelan seharusnya… Novita Hidaya, 1 Maret, 2014 As far as the aisle of this feeling