Langsung ke konten utama

Meet Dachi!!! Awardee LPDP di UPI Bandung

 "Siti Nurul Hidayati a.k.a Dachi"

Mendapatkan beasiswa S2 penuh di kampus ternama Indonesia dari program beasiswa pemerintah yang terkenal sangat selektif merupakan kebanggaan tersendiri bagi Siti Nurul Hidayati. Gadis cantik yang akrab disapa Dachi ini adalah seorang awardee LPDP di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada jurusan Magister Pendidikan Bahasa Inggris.

"Bangga bisa menjadi salah satu awardee LPDP karena bisa mendapatkan banyak sekali pengalaman dan bertemu orang-orang hebat. Sungguh bersyukur bisa melanjutkan sekolah tanpa membebani orangtua," tutur gadis kelahiran Ketangga, 31 oktober 1993 ini.

Dalam wawancara, Dachi menjelaskan keberhasilannya meraih beasiswa yang saingannya bisa sampai beribu-ribu ini dikarenakan sejak tahun 2011 ia telah berencana untuk melanjutkan studinya kejenjang yang lebih tinggi. Dengan kata lain, ia telah fokus mempersiapkan segalanya sejak awal.
Dedare Lombok Timur tulen ini mengaku mejalani kehidupan akademiknya sebaik-baiknya selama menjadi mahasiswi S1 Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Mataram. Selain itu, kehidupan akademiknya juga diimbangi dengan ikut organisasi yang sejalan dengan tujuannya.

"Ikut organisasi dan event-event, kumpul sama orang-orang yang prestasinya banyak, dari situlah informasi beasiswa berdatangan," jelas Dachi.

Banyak kisah perjuangan awardee LPDP yang berdarah-darah hingga bisa terpilih. Tetapi Dachi mengaku perjuangannya tidak terlalu dramatis. Ia pelan-pelan mengumpulkan segala hal yang mungkin dibutuhkan untuk kemantapannyan mengikuti seleksi.

"Perjuangannya sambil jalan aja gitu. Cause I knew from 2011 that I'll be continuing my study. Jadi saya nyicil-nyicil sejak S1. Belajar Toefl, bagusin IPK, ikut organisasi, dan cari pengalaman ngajar," imbuhnya.

Kini mengenyam pendidikan magister membuat Dachi harus lebih berkomitmen. Dikarenakan ekspektasinya lebih tinggi, baik untuk tugas, pemahaman dan performance.
Kedepannya, setelah menyelesaikan studinya Dachi berharap bisa menjadi seorang tenaga pengajar berkualitas. Entah menjadi seorang dosen di Universitas atau menjadi seorang guru di sekolah. Baginya, menjadi seorang pengajar adalah tujuan hidupnya. (novita)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layang-layang yang Terlambat Pulang (Lombok post Minggu, 12 Juni 2016)

Cerpen Novita Hidayani Beberapa hari ini aku melihat sebuah layang-layang yang selalu terlambat pulang. Menjelang magrib, semua layang-layang biasanya akan diturunkan dan pulang bersama pemiliknya ke rumah masing-masing. Tetapi layang-layang itu, meski langit telah menghitam, ia masih saja mengudara. Ia seperti enggan untuk pulang. *** Meski tak pernah dapat memainkannya, sejak kecil aku selalu suka melihat layang-layang terbang di langit. Entah langit sedang sebiru samudera, atau seoranye telur setengah matang. Senang sekali rasanya melihat benda tipis berwarna-warni, kadang berekor panjang itu   mengambang di udara. Kadang diam seperti petapa, kadang meliuk-liuk seperti ular, dan kadang beradu seperti domba Sore ini aku duduk di balkon kamar kontrakkanku. Sudah lama sekali rasanya aku tak melakukan ini, ngemil sambil menyaksikan layang-layang bertebangan di langit. Ditemani burung-burung gereja pada kabel-kabel listrik yang malang melintang di hadapan balkon dan

Whatever just be your self!

Sore itu seperti biasa, aku menghadiri acara kajian rutin yang diadakan oleh sebuah organisasi nirlaba di kota tempat ku menuntut ilmu. Dan seperti biasa aku selalu mendapat bagian tempat duduk pada barisan terdepan, padahal itu bukan karna aku datang paling awal lho, hanya sebuah kebiasaan aneh audience yang kerap ku temui ketika mengikuti kajian serupa; "enggan duduk di barisan terdepan". Aku tak tau alasan tepatnya. Padahal menurutku duduk dibarisan terdepan itu adalah pilihan yang sangat menguntungkan dengan berbagai alasan yang tidak akan ku jelaskan disini. Kenapa? Karna aku akan membahas tentang sang pembicara yang menurutku lebih menarik untuk dibahas. Loh kok?! Emang ada apa sih dengan sang pembicara? Pertanyaan yang bagus! Hehe:p Sejak awal beliau membuka forum kajian sore itu, aku merasa mengenal gesture dan style beliau. Sangat tidak asing, karna setiap minggu malam aku melihat gesture dan style yang sama di televisi tapi dalam sosok yang berb

Dear Ayah

Dear Ayah… Ayah, andai aku seorang lelaki aku akan menjadi bujangmu yang tangguh. Tapi sayang, aku adalah seorang perempuan. Andai aku seorang lelaki yah, aku akan merantau jauh dan enggan pulang sebelum bisa membanggakanmu. Tapi aku terlahir sebagai seorang perempuan yah, putri satu-satunya yang kau miliki. Tidak. Kau memang tidak pernah mempermasalahkan apakah aku seorang lelaki atau perempuan. Tapi ayah izinkan aku membayangkan apa yang bisa ku perbuat ketika aku menjadi bujangmu… Dear Ayah… Kau lakukan segalanya untukku.  Kau pernah bilang “Orang tua tidak akan berkata tidak kepada anaknya, selama mereka sanggup melakukannya.” Dan kau melakukannya. Tak jarang aku mengambil keputusan yang tak sesuai dengan harapanmu. Tapi kau selalu menjadi orang pertama yang mendukungku sekaligus menjadi orang pertama yang akan membuka tangan ketika aku gagal. Ayah… Meski aku seorang perempuan. Aku akan selalu berusaha membanggakanmu. Aku akan menukar semua keringatmu dengan senyum b