Langsung ke konten utama

Raksasa Gempa dan Putri Kecil


Suatu hari seorang raksasa yang amat besar datang ke sebuah desa. Raksasa itu bernama Gempa, kakinya ada tujuh dan matanya ada 6. Raksasa gempa sangat menyeramkan.

Raksasa Gempa menghancurkan seluruh rumah-rumah yang ada di desa. Orang-orang menjadi sangat ketakutan, juga sedih, dan terluka. Sedih karena rumah-rumah yang mereka tempati hancur. Dan mainan anak-anak juga rusak. Banyak juga yang hilang entah kemana.

Karena desa mereka telah hancur, orang-orang pergi mengungsi di tanah lapang. Mereka membuat tenda-tenda untuk mengganti rumah mereka. Tenda-tendanya berwarna-warni. Ada yang berwarna biru, hijau, oranye, cokelat. Seperti pelangi. Tapi orang-orang tetap sedih.

Suatu hari ada seorang Putri kecil yang rumahnya juga hancur. Tanpa sengaja, ia menemukan Raksasa Gempa. Ia sangat ketakutan melihat tubuh Raksasa Gempa yang besar dengan tujuh kaki dan enam mata. Seram sekali.

Tapi, Putri Kecil ingat pesan Ayahnya. Ia tidak boleh takut. Ia harus jadi putri yang pemberani. Karena itu ia tak gentar mendekati Raksasa Gempa. Dan alangkah kagetnya ia mendapati Raksasa Gempa tengah bersedih.

"Hei Raksasa Gempa, kenapa kamu menangis?" tanya Putri Kecil.
Raksasa Gempa tampak kaget melihat kehadiran Putri Kecil. Ia buru-buru menghapus air matanya.

"Wahai anak manusia, aku menangis karena  aku bersedih melihat rumah-rumah kalian yang hancur karena kehadiranku," jawab Raksasa Gempa.

"Hah? Kasian? Bukannya kamu sengaja menghancurkan seluruh tempat tinggal kami? Bukankah kamu sengaja buat semua orang ketakutan?!" teriak Putri Kecil.

Raksasa Gempa menggeleng cepat.

"Bukan begitu.. Saya datang karena saya harus menyatukan bagian-bagian bumi. Supaya bumi tetap utuh. Kalau rumah-rumah kalian rusak gara-gara saya. Saya minta maaf," kata Raksasa Gempa. Ia menangis semakin keras. Sakin kerasnya, air matanya berubah menjadi hujan.

Putri kecil merasa kasian melihat Raksasa Gempa, ia kemudian mendekati Raksasa Gempa dan menepuk-nepuk pundaknya yang besar dengan tangan kecilnya.

"Maafkan saya anak manusia," kata Raksasa Gempa. Ia kemudian melanjutkan, "Lain kali kalau saya datang, kalian harus lebih siap supaya tak ada yang terluka ya!"

"Bagaimana caranya?" tanya Putri Kecil.

"Kalau saya datang, pertama-tama lindungi kepala. Trus kalian masuk kolong meja atau cari apapun yang kuat tempat berlindung. Atau lari ke lapangan. Tolong sampaikan ke teman-temanmu ya!" jawab Raksasa.

"Baiklah Raksasa Gempa. Aku akan sampaikan ke teman-teman yang lain. Terus kamu sekarang mau pergi kemana?" tanya Putri Kecil.

"Gak tau. Saya akan keliling dunia untuk menyatukan bagian-bagian bumi. Tapi mungkin akan membawa kerusakan jadi kalian harus selalu waspada dan ingat pesan saya yang tadi ya?" pinta Raksasa Gempa.

"Dan satu lagi, jangan buang sampah sembarangan, jangan tebang pohon sembarangan. Kita harus sama-sama menjaga bumi," pesan Raksasa Gempa.

Lalu, Raksasa Gempa pun berpisah dengan Putri kecil. Putri kecil lalu menceritakan pesan Raksasa Gempa kepada teman-temannya.

Setelah Raksasa Gempa pergi, orang-orang kembali ke rumah mereka masing-masing. Mereka mulai membersihkan reruntuhan-reruntuhan rumah mereka yang hancur karena Raksasa Gempa.

Matahari kembali bersinar cerah. Padi-padi tetap tumbuh. Buah-buahan tetap berbuah. Raksasa Gempa telah pergi. Dan orang-orang sekarang tahu apa yang harus dilakukan kalau Raksasa Gempa datang lagi.

gambarl; https://nl.pinterest.com/pin/452611831288438421/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layang-layang yang Terlambat Pulang (Lombok post Minggu, 12 Juni 2016)

Cerpen Novita Hidayani Beberapa hari ini aku melihat sebuah layang-layang yang selalu terlambat pulang. Menjelang magrib, semua layang-layang biasanya akan diturunkan dan pulang bersama pemiliknya ke rumah masing-masing. Tetapi layang-layang itu, meski langit telah menghitam, ia masih saja mengudara. Ia seperti enggan untuk pulang. *** Meski tak pernah dapat memainkannya, sejak kecil aku selalu suka melihat layang-layang terbang di langit. Entah langit sedang sebiru samudera, atau seoranye telur setengah matang. Senang sekali rasanya melihat benda tipis berwarna-warni, kadang berekor panjang itu   mengambang di udara. Kadang diam seperti petapa, kadang meliuk-liuk seperti ular, dan kadang beradu seperti domba Sore ini aku duduk di balkon kamar kontrakkanku. Sudah lama sekali rasanya aku tak melakukan ini, ngemil sambil menyaksikan layang-layang bertebangan di langit. Ditemani burung-burung gereja pada kabel-kabel listrik yang malang melintang di hadapan balkon dan

Whatever just be your self!

Sore itu seperti biasa, aku menghadiri acara kajian rutin yang diadakan oleh sebuah organisasi nirlaba di kota tempat ku menuntut ilmu. Dan seperti biasa aku selalu mendapat bagian tempat duduk pada barisan terdepan, padahal itu bukan karna aku datang paling awal lho, hanya sebuah kebiasaan aneh audience yang kerap ku temui ketika mengikuti kajian serupa; "enggan duduk di barisan terdepan". Aku tak tau alasan tepatnya. Padahal menurutku duduk dibarisan terdepan itu adalah pilihan yang sangat menguntungkan dengan berbagai alasan yang tidak akan ku jelaskan disini. Kenapa? Karna aku akan membahas tentang sang pembicara yang menurutku lebih menarik untuk dibahas. Loh kok?! Emang ada apa sih dengan sang pembicara? Pertanyaan yang bagus! Hehe:p Sejak awal beliau membuka forum kajian sore itu, aku merasa mengenal gesture dan style beliau. Sangat tidak asing, karna setiap minggu malam aku melihat gesture dan style yang sama di televisi tapi dalam sosok yang berb

Dear Ayah

Dear Ayah… Ayah, andai aku seorang lelaki aku akan menjadi bujangmu yang tangguh. Tapi sayang, aku adalah seorang perempuan. Andai aku seorang lelaki yah, aku akan merantau jauh dan enggan pulang sebelum bisa membanggakanmu. Tapi aku terlahir sebagai seorang perempuan yah, putri satu-satunya yang kau miliki. Tidak. Kau memang tidak pernah mempermasalahkan apakah aku seorang lelaki atau perempuan. Tapi ayah izinkan aku membayangkan apa yang bisa ku perbuat ketika aku menjadi bujangmu… Dear Ayah… Kau lakukan segalanya untukku.  Kau pernah bilang “Orang tua tidak akan berkata tidak kepada anaknya, selama mereka sanggup melakukannya.” Dan kau melakukannya. Tak jarang aku mengambil keputusan yang tak sesuai dengan harapanmu. Tapi kau selalu menjadi orang pertama yang mendukungku sekaligus menjadi orang pertama yang akan membuka tangan ketika aku gagal. Ayah… Meski aku seorang perempuan. Aku akan selalu berusaha membanggakanmu. Aku akan menukar semua keringatmu dengan senyum b