Langsung ke konten utama

Catatan Minggu Pagi



“Maag kronis mamak sudah semakin parah. Sekarang lebih sering muntah darah. Livernya juga ikut bermasalah …”
Seketika saya merasa kebas. Seperti ada batu besar yang tertahan di tenggorokan. Saya tahu air mata jalurnya bukan lewat tenggorokan, tapi saya biarkan saja batu itu seolah-olah sebagai penahan agar air mata tidak meluap dan banjir. Saya paling tidak suka dilihat menangis.
“Mamak pasti sembuh. Jangan banyak pikiran, harus tetep bahagia …” Saya akhiri dengan itu.
Hanya kata-kata. Saya tau itu hanya kata-kata. Dan saya tau saya sedang berhadapan dengan waktu. Tapi saya berlalu seolah-olah saat itu masih seperti bertahun-tahun yang lalu.
***
Satu hal yang saya sadari dari pertambahan usia selain semakin tua saja kita secara biologis: kita harus siap didahului dan mendahului. You know what I meanlah disini….
Well! Pagi ini ga ada ujan, ga ada ojek, tapi saya yakin 175% di luar becek karena kemaren hujan sepanjang hari.  Saya tiba-tiba pengen nulis tentang usia. Padahal hari ulang tahun saya sudah lewat jauh-jauh hari. Ayo yang belum ucapin selamat ulang tahun ke saya, ucapin sekarang! hahaha *abaikan
Saya sama sekali ga nyangka, di usia saya yang berkepala dua ini. Ada banyak hal yang terjadi di hidup saya, yang sama sekali ga pernah saya prediksi sebelumnya. Waktu SMA dulu, saya pikir hidup saya bakalan berjalan seperti kakak-kakak kelas saya yang lain. Masuk perguruan tinggi, kuliah, wisuda, kerja, menikah, dsb. Tapi kenyataannya, belum jauh-jauh melangkah, prediksi saya tentang hidup saya meleset. Wush! seperti kepeleset kulit pisang tapi ga jatoh (hahaha ini majas apaan ya?) Setelah lulus SMA saya malah ga langsung kuliah, takdir buat saya harus mengeyam bangku pendidikan non-formal selama setahun. Tahun yang sangat luar biasa dengan pengalaman yang sama sekali ga pernah saya bayangkan sebelumnya.
“Kata “pernah” itu mahal ….” Begitu kata guru saya dulu. Bener bener bener banget!Pernah bertemu dan bersahabat dengan orang-orang dari berbagai daerah. Pernah punya kesempatan berbagi ilmu yang pas-pasan banget di tempat yang sama sekali ga direncanakan untuk dikunjungi. Dan pernah-pernah yang lainnya lagi.
Trus setelah berbagai pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Menjalani hari-hari sebagai mahasiswi biasa dengan tugas-tugas, organisasi dan “hobby”. Sampai disini, kedengerannya emang biasa saja. Belum ada pencapaian yang berarti. Tapi saya gak nyangka sebelumnya. Setelah asik “muter-muter” ke “lapangan baru” dan sempat melupakan “lapangan” lama, saya akhirnya kembali ke tempat dimana saya dulu pernah berdiri. Bertemu dengan orang-orang dengan tingkat kewarasan yang hampir sama (pinjem kata-kata mbak Linda). Saya ga prediksi ini bakalan terjadi sebelumnya. Saya pikir saya bakalan terus menjadi saya yang bukan saya sepenuhnya seterusnya.
Sampai pada akhirnya saya mendapat kabar kalau mamak saya sakit. Saya sudah tau dari dulu kalau mamak saya bermasalah sama lambungnya. Tapi saya sama sekali ga nyangka bakalan jadi separah itu. Saya ga perlu deskripsiinlah bagaimana berantakannya perasaan saya waktu tau kalau orang yang saya sangat sayangi sakit, dan ironisnya bukan cuma seorang saja. Kenyataan ini buat saya sadar, kalau saya harus benar-benar mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu ditinggalkan. Saya sempet bermelankolis ria, seakan-akan hidup saya paling dramatis sedunia. Tapi untungnya saya cepet sadar lagi, cepet-cepet saya inget kalau saya ga boleh main-main sama waktu. Saya ga boleh nyia-nyiain waktu hanya untuk meratapi.
“Mati itu pasti. Hanya kapan, dimana, dan bagaimananya yang jadi rahasiaNYa.” Kata om Duta.
Bener bener bener banget! Saya seharusnya sadar itu. Orang yang ga sakit juga bisa mati kapan saja. Saya yang sehat-sehat saja ini bisa saja mendahului mereka kan? Jadi saya seharusnya ga perlu menghawatirkan sesuatu yang belum pasti.  Karena didahului atau mendahului bukan soal usia tapi hal yang sewajarnya terjadi dalam hidup. Mau kecil, remaja, dewasa, atau tua. Siklus yang wajar dihadapi. Manusiawi! Sunatullah! General truth!
Bukankah sekarang yang seharusnya saya lakukan adalah terus berusaha melakukan yang terbaik? Belajar yang baik. Tidak membuang-buang waktu, tenaga, dan pikiran untuk sesuatu yang tidak produktif. Saya harus tetep melangkah karena saya punya tujuan yang harus segera saya raih. Saya harus tetap melangkah untuk orang-orang yang saya sayangi.
***
“Kenapa bintang itu ada yang keliatan lebih terang ada yang keliatan lebih redup?”
“Karena letaknya. Ada bintang yang letaknya lebih dekat ada juga yang lebih jauh.”
“Jadi sebenarnya bintang itu sama terang tergantung letaknya?”
“Iya!” :’)
***
Minggu pagi, January 4, 2015
for my beloved mother,I  love you so much!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layang-layang yang Terlambat Pulang (Lombok post Minggu, 12 Juni 2016)

Cerpen Novita Hidayani Beberapa hari ini aku melihat sebuah layang-layang yang selalu terlambat pulang. Menjelang magrib, semua layang-layang biasanya akan diturunkan dan pulang bersama pemiliknya ke rumah masing-masing. Tetapi layang-layang itu, meski langit telah menghitam, ia masih saja mengudara. Ia seperti enggan untuk pulang. *** Meski tak pernah dapat memainkannya, sejak kecil aku selalu suka melihat layang-layang terbang di langit. Entah langit sedang sebiru samudera, atau seoranye telur setengah matang. Senang sekali rasanya melihat benda tipis berwarna-warni, kadang berekor panjang itu   mengambang di udara. Kadang diam seperti petapa, kadang meliuk-liuk seperti ular, dan kadang beradu seperti domba Sore ini aku duduk di balkon kamar kontrakkanku. Sudah lama sekali rasanya aku tak melakukan ini, ngemil sambil menyaksikan layang-layang bertebangan di langit. Ditemani burung-burung gereja pada kabel-kabel listrik yang malang melintang di hadapan balkon dan

Di Balik Kartu Post dari Istanbul

Hari ini aku dapet kartu post Instanbul dari weddingnya kak fatma sama kak Tony (baca souvenir) walaupun jumat tempo hari batal ikut acaranya :D hahaha sekilas menurutku ga ada yang menarik dari kartu post ini, walaupun emang dibawa langsung dari Instanbul sana. Tapi kan tetep aja aku bisa googling liat fhoto-fhoto Turky. Kan yang ‘moto’ juga di turki sana. Tapi tapi, tunggu dulu… di baliknya ternyata ada puisi!!! :O Trus kalo ada puisi kenapa?   Biasa aja keles .... Eits tapi justru karena dua puisi yang ada di balik kartu post ini yang buat aku melek trus jari-jari jadi gatel buat tulisan kaya’ gini lagi, setelah sekian lama tenggelem dalam naskah yang tak kunjung kelar (dikelarin tepatnya) T.T *curcol mbak .… Well, ini dia dua puisi si biang kerok itu …. (Perhatian! Disarankan baca waktu sendirian, duduk deket jendela sambil liatin bintang gemintang #eaaaaaaaaaaaa) Puisi yang pertama….   akulah Si Telaga berlayarlah di atasnya berlayarlah menyibakka

Whatever just be your self!

Sore itu seperti biasa, aku menghadiri acara kajian rutin yang diadakan oleh sebuah organisasi nirlaba di kota tempat ku menuntut ilmu. Dan seperti biasa aku selalu mendapat bagian tempat duduk pada barisan terdepan, padahal itu bukan karna aku datang paling awal lho, hanya sebuah kebiasaan aneh audience yang kerap ku temui ketika mengikuti kajian serupa; "enggan duduk di barisan terdepan". Aku tak tau alasan tepatnya. Padahal menurutku duduk dibarisan terdepan itu adalah pilihan yang sangat menguntungkan dengan berbagai alasan yang tidak akan ku jelaskan disini. Kenapa? Karna aku akan membahas tentang sang pembicara yang menurutku lebih menarik untuk dibahas. Loh kok?! Emang ada apa sih dengan sang pembicara? Pertanyaan yang bagus! Hehe:p Sejak awal beliau membuka forum kajian sore itu, aku merasa mengenal gesture dan style beliau. Sangat tidak asing, karna setiap minggu malam aku melihat gesture dan style yang sama di televisi tapi dalam sosok yang berb