Langsung ke konten utama

Di Balik Kartu Post dari Istanbul




Hari ini aku dapet kartu post Instanbul dari weddingnya kak fatma sama kak Tony (baca souvenir) walaupun jumat tempo hari batal ikut acaranya :D hahaha sekilas menurutku ga ada yang menarik dari kartu post ini, walaupun emang dibawa langsung dari Instanbul sana. Tapi kan tetep aja aku bisa googling liat fhoto-fhoto Turky. Kan yang ‘moto’ juga di turki sana. Tapi tapi, tunggu dulu… di baliknya ternyata ada puisi!!! :O

Trus kalo ada puisi kenapa?  Biasa aja keles ....

Eits tapi justru karena dua puisi yang ada di balik kartu post ini yang buat aku melek trus jari-jari jadi gatel buat tulisan kaya’ gini lagi, setelah sekian lama tenggelem dalam naskah yang tak kunjung kelar (dikelarin tepatnya) T.T *curcol mbak .…

Well, ini dia dua puisi si biang kerok itu …. (Perhatian! Disarankan baca waktu sendirian, duduk deket jendela sambil liatin bintang gemintang #eaaaaaaaaaaaa)

Puisi yang pertama….

 akulah Si Telaga
berlayarlah di atasnya
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil
yang menyerakkan bunga-bunga pantai
berlayarlah sambil memandang harunya cahaya
sesampai di seberang sana
tinggalkan begitu saja perahumu
biar aku yang menjaganya….
[SAPARDI DJOKO DAMONO]

GILA KAN INI PUISI? Romantis bangeeeeeeeettt!!!! terlepas dari nama penulisnya :/ eh’ (ma’af om, ma’aaaaaaaaaaaf banget!) tapi puisinya bener-bener buat overdose! *someone call the dactah! >_<
Puisi ini, menyiratkan makna ‘sebuah cinta yang memberi dan tak harap kembali’.  Simplenya asal yang dicintai bahagia, tak peduli si pecinta itu sendiri… ”tinggalkan begitu saja perahumu, biar aku yang menjaganya….”
Panjang kalau dijelasin mendetail. Intinya, ini tentang mencintai, tak peduli tidak dicintai.

Trus puisi yang kedua puluh juta tiga ratus lima puluh ribu. *kepak otak novita!

Jodoh,
Bukan sekedar ‘telaga’nya Sapardi Djoko Damono
Kau berlayar di atasnya
Kemudian kau tingalkan begitu saja perahumu

Jodoh, seperti air dan samudera
Kemanapun air mengembara
Ke langit yang tinggi, ke gunung yang perkasa
Air dan samudera akan tetap bertemu
Pada muara yang sama
[Ini karyanya kak Toni sama kak Fatma ya?] *jempol deh!

NAH!!! Ibarat dalam debat nih, puisi kedua ini ‘ngeribatel’ puisi yang pertama tadi (Nah loh? Kok ke debat sih? Ma’lum yang nikah kan founding mothernya club debat :O ehh kak fatma :’) *bow)

Kalau puisi yang pertama tadi, Cuma bicara tentang mencintai. Ini lebih agung lagi, tentang mencintai dan dicintai. Tentang jodoh man! Widih, dalem… tentang bagaimana jodoh itu bukan sekedar mencintai saja. Kaya’ katanya Afgan “jodoh pasti bertemu…”
 Seperti air dan samudera. Pokoknya gitu deh! (tp kalo dipikir-pikir ya ga ‘ngeribatel jadinya ya? -_-) *sudah iyain sajah!

Trus kesimpulannya apa? lu simpulin aja sendiri! hahaha kagaak.. becanda :)

Kesimpulannya, I like the souvenir moreover the poetries! And I wish I could go there someday (photo yg di kartu post ituh) What about yuh? hehe

Makasih udah mau baca cuap2 ga bermutu ini, ma’af sudah merepotkan :D
*jujur sebenernya males ngelanjutin, ngantuk banget! zzzZZZZ

********
Novita Hidaya, 11:20 pm
Monday 25th August, 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layang-layang yang Terlambat Pulang (Lombok post Minggu, 12 Juni 2016)

Cerpen Novita Hidayani Beberapa hari ini aku melihat sebuah layang-layang yang selalu terlambat pulang. Menjelang magrib, semua layang-layang biasanya akan diturunkan dan pulang bersama pemiliknya ke rumah masing-masing. Tetapi layang-layang itu, meski langit telah menghitam, ia masih saja mengudara. Ia seperti enggan untuk pulang. *** Meski tak pernah dapat memainkannya, sejak kecil aku selalu suka melihat layang-layang terbang di langit. Entah langit sedang sebiru samudera, atau seoranye telur setengah matang. Senang sekali rasanya melihat benda tipis berwarna-warni, kadang berekor panjang itu   mengambang di udara. Kadang diam seperti petapa, kadang meliuk-liuk seperti ular, dan kadang beradu seperti domba Sore ini aku duduk di balkon kamar kontrakkanku. Sudah lama sekali rasanya aku tak melakukan ini, ngemil sambil menyaksikan layang-layang bertebangan di langit. Ditemani burung-burung gereja pada kabel-kabel listrik yang malang melintang di hadapan balkon dan

Whatever just be your self!

Sore itu seperti biasa, aku menghadiri acara kajian rutin yang diadakan oleh sebuah organisasi nirlaba di kota tempat ku menuntut ilmu. Dan seperti biasa aku selalu mendapat bagian tempat duduk pada barisan terdepan, padahal itu bukan karna aku datang paling awal lho, hanya sebuah kebiasaan aneh audience yang kerap ku temui ketika mengikuti kajian serupa; "enggan duduk di barisan terdepan". Aku tak tau alasan tepatnya. Padahal menurutku duduk dibarisan terdepan itu adalah pilihan yang sangat menguntungkan dengan berbagai alasan yang tidak akan ku jelaskan disini. Kenapa? Karna aku akan membahas tentang sang pembicara yang menurutku lebih menarik untuk dibahas. Loh kok?! Emang ada apa sih dengan sang pembicara? Pertanyaan yang bagus! Hehe:p Sejak awal beliau membuka forum kajian sore itu, aku merasa mengenal gesture dan style beliau. Sangat tidak asing, karna setiap minggu malam aku melihat gesture dan style yang sama di televisi tapi dalam sosok yang berb

Dear Ayah

Dear Ayah… Ayah, andai aku seorang lelaki aku akan menjadi bujangmu yang tangguh. Tapi sayang, aku adalah seorang perempuan. Andai aku seorang lelaki yah, aku akan merantau jauh dan enggan pulang sebelum bisa membanggakanmu. Tapi aku terlahir sebagai seorang perempuan yah, putri satu-satunya yang kau miliki. Tidak. Kau memang tidak pernah mempermasalahkan apakah aku seorang lelaki atau perempuan. Tapi ayah izinkan aku membayangkan apa yang bisa ku perbuat ketika aku menjadi bujangmu… Dear Ayah… Kau lakukan segalanya untukku.  Kau pernah bilang “Orang tua tidak akan berkata tidak kepada anaknya, selama mereka sanggup melakukannya.” Dan kau melakukannya. Tak jarang aku mengambil keputusan yang tak sesuai dengan harapanmu. Tapi kau selalu menjadi orang pertama yang mendukungku sekaligus menjadi orang pertama yang akan membuka tangan ketika aku gagal. Ayah… Meski aku seorang perempuan. Aku akan selalu berusaha membanggakanmu. Aku akan menukar semua keringatmu dengan senyum b